Ngomongin pendidikan daerah 3T, framing persoalan dan solusi ala Jekardah

Sejujurnya saya tau saya tidak punya kualifikasi cukup untuk membahas ini. Tetapi sebuah pertanyaan yang membuat saya menulis tentang ini.


Seorang teman mengajukan pertanyaan seperti ini padaku siang kemarin.
(Keterangan)
(πŸ‘€ Teman saya)
(πŸ—£️ Saya)


πŸ‘€: Mu, aku boleh nanya?

[2/21, 22:00] Jd aku pernah baca mu pendapat org, kan suka ada tuh gerakan2 ngajar dr org2 kota ke daerah2 luar pulau. Trs ada yg ngeritik, si org2 kotanya ituu bawa framing dan solusi dr 'kota' yg sebenernya mungkin ga sesuai sama permasalahan yg ada di daerah setempat. Bukannya jd memaksimalkan potensi atau nyelesaiin probs. Malah jd promoting dan glorifying ideas2 dr kota gt.

Dan dia mengirimkan foto ini sebagai pendukungnya.
 
[2/21, 22:00] Rin* : Wkwk semoga nda pusing bacanya πŸ˜‚πŸ™ˆ

[2/21, 22:03] Rin* : Trs aku sbenernya kmrn2 punya ide cerita gt mu, picture book ttg seorang anak daerah (entah knp kepikiran dr pulau alorπŸ˜‚)

Ceritanya dia ngeliat buku/poster ada gambar saljunya dan dia ngebayangin klo dia main salju gtgt. Dan lalu tumbuh keinginan untuk merealisasikan ituu jd nyata. Dan ibunya bilang, iya bisa tp km harus belajar dll nanti dapat beasiswa bisa keluar negeri juga ngeliat salju.

Trs jadi kepikiran ajaaa. πŸ€” Apakah ide cerita tsb dampaknya bisa positive atau jangan2 sebaliknya, kyk promoting "what's good is that studying abroad, etc"
[2/21, 22:03] Rin* : Maaf ya mu panjang, balas ketika ingin dan kosong ajaa πŸ‘Œ



Dan ini jawaban yang kuketik 

πŸ—£️: Oke Rin.. aku gatau ya mau ngasih pendapat seperti apa. Krna aku sendiri selama satu tahun ini belum pernah terjun langsung di dunia luar, hanya lalu lalang di pondok, yang mana tidak tersentuh gerakan2 ngajar itu. Jadi untuk yang seperti itu aku kurang paham.

Kalau di kampung aku yang di Alor, beberapa tahun lalu banyak gerakan2 ngajar seperti 1000 guru, atau Guru 3T itu. Tapi aku gak ada di sana, waktu mereka ada. Dan kalau aku tanya di anak2 yang di ajar oleh mereka. Pasti yang lebih membekas di ingatan mereka itu cuma bagaimana pembawaan ngajar orang2 itu yang twrasa lebih kreatif dan menyenangkan. Pas aku tanya ummiku juga begitu, guru-guru yang datang itu tidak menimbulkan masalah. Malah kepergiannya sangat ditangisi. Jadi mungkin guru-guru itu pandai aja menyesuaikan diri dan mungkin dia memikirkan matang-matang ketika akan berpendapat ttg sebuah masalah. Cuma ya itu, sudah 3 atau 4 tahun ini, tidak ada lagi guru2 itu yang datang.

Untuk masalah kritik² yang datang, aku ambil contoh dari yg bukan gerakan ngajar itu ya. Tapi lebih ke anak² KKN, atau bahkan kami putra-putri daerah yang sekolah di luar kampung, lalu pulang.
Orang-orang di kampung memang agak susah menerima hal-hal baru yang dirasa mengubah hal yang sudah dianggap biasa.
Anak-anak pesantren kalau ingin melakukan suatu perubahan, itu rasanya pelaaaaan sekali progressnya. Karna kalau tentang masalah agama, anak-anak muda non pesantren susah diajak kerjasama, sedangkan segala sesuatu diperbincangkan dengan bapak2 Imam 1, Imam 2, Imam 3 yang biasanya lambat responnya. Enak kalau punya banyak teman sesama anak pesantren. Tinggal bergerak bersama lalu yang lain akan duduk dan hanya memuji jika itu terlihat sebagai sesuatu yang bagus. Jika sudah ada perubahan, lalu orang-orang yang melakukan perubahan itu pergi, tidak ada penerus yang mempertahankan itu. Kalau ada pemuda setempat yang meneruskan pun, hanya bertahan sebentar, lalu menghilang.

Keluar dari area anak pesantren.
Anak-anak yang KKN, cukup saja satu kali mereka mengadakan kumpul-kumpul membahas masalah. Karena makin sering atau lama diobrolkan, sedikit saja ada yang tidak setuju, itu akan membuat orang-orang ogah menaruh perhatian.
Kerjakan apa yang perlu dikerjakan, dan jika butuh bantuan, dekati dengan rangkulan kekeluargaan. Orang-orang agak kaku kalau yang datang terlalu formal dan bawa-bawa administrasi.

Obrolan anak-anak muda dan mahasiswa di media daring kampung pun pasti selalu dipangkas dengan, daripada banyak omong, mending turun kerjakan.
Karna memang kalau diobrolkan, semakin banyak pendapat yang bukan ngomongin solusi tapi mencari permasalahan dan siapa yang perlu disalahkan.

Lalu untuk masalah solusi yang tidak sesuai dengan permasalahan yang ada di daerah setempat. Itu saya rasakan juga di pondok. Karena terkadang saya punya solusi untuk suatu permasalahan yang ada, tapi lagi-lagi semuanya harus kembali kepada fasilitas yang tersedia.
Jadi kalau untuk solusi yang tidak sesuai dengan permasalahan di daerah setempat, itu mungkin karena solusi yang ditawarkan merambat pada teknologi dan dunia di luar pendidikan yang mengharuskan perubahan yang tidak hanya melibatkan pendidikan, tapi juga ekonomi, sosial, dll. Sedangkan itu semua butuh banyak perubahan yang tidak tidak kecil dan tidak sebentar.

[2/22, 12:26] Ummu Imro'atus Sholihah: Untuk masalah solusi yang tidak sesuai dengan permasalahan yang ada di daerah setempat. Itu saya rasakan juga di pondok. Karena terkadang saya punya solusi untuk suatu permasalahan yang ada, tapi lagi-lagi semuanya harus kembali kepada fasilitas yang tersedia.
Jadi kalau untuk solusi yang tidak sesuai dengan permasalahan di daerah setempat, itu mungkin karena solusi yang ditawarkan merambat pada teknologi dan dunia di luar pendidikan yang mengharuskan perubahan yang tidak hanya melibatkan pendidikan, tapi juga ekonomi, sosial, dll. Sedangkan iti semua butuh banyak perubahan yang tidak tidak kecil dan tidak sebentar.

[2/22, 12:32] Ummu Imro'atus Sholihah: Gak apa-apa sih Rin... Karna memang salju ya adanya di luar Indonesia. 
Cuma kalau tidak mau menyangkutkan ke pendidikan. Bilang saja, kamu juga bisa main salju. Kalau kamu belajar dan tau bagaimana salju itu terbentuk.

[2/22, 12:32] Ummu Imro'atus Sholihah: I mean, tetap menyangkutkan pendidikan, tapi statementnya tdk memperjelas promoting studying abroad nya.

[2/22, 12:35] Ummu Imro'atus Sholihah: Nah, baru dari situ si anak mungkin banyak cari tau dari siapa saja, *konsep cerita, jadi saya sensor*

[2/22, 12:37] Ummu Imro'atus Sholihah: Lalu mungkin ngikut *konsep cerita, jadi saya sensor*

[2/22, 12:38] Ummu Imro'atus Sholihah: Soalnya memang sih, untuk ukuran Alor kampung aku dg standar ekonomi begitu, mungkin bisa saja dirasa terlalu


Kalau kalian heran kenapa ada yang bertanggal dan berwaktu dan ada yang tidak. Karena saya hanya jadi mengirimkan chat pada dia yang ada tanggal dan jam pesan terkirimnya. Beberapa paragraf di atas yang saya highlight warna merah, saya hapus kembali sebum dia baca. Karena saya rasa, balasannya terlalu panjang dan agak keluar dari apa yang dia tanyakan.

OK. Dari apa yang saya tulis di atas, saya sendiri merasa saya tidak pantas berkritik karena saya sendiri belum banyak berkontribusi. Hanya saja obrolan kami ingin saya pindahkan ke blog. Barangkali ada yang mampir lalu mengobrol dengan saya dan memberikan masukan untuk saya.

Sekian.
Salam! 😊