Kelas tak berpenghuni

Pukul 07.35
Jam pertama KBM di sekolah telah mulai. Aku melangkah menuju bangunan kelas yang umurnya hampir sama dengan usiaku.

"Assalamu'alaikum..."
Tak ada sahutan.
Hanya bangku kosong dengan tas-tas yang digelantungkan dan buku-buku yang diletakkan di atas meja yang menyambut kedatanganku.


Ini bukan yang pertama kalinya. Sejak satu tahun lalu memulai pengabdian di tempat ini, termasuk di dalamnya liburan pandemi selama 8 bulan, pemandangan pada foto di atas adalah hal lumrah. Atau mungkin tidak lumrah, tapi terpaksa dimaklumi. 

Para pembaca mungkin bertanya-tanya dan menebak-nebak, ke manakah para siswa? Apa yang mereka lakukan di jam segitu sampai kelas kosong seperti itu?

Tidak, tidak Ini bukan postingan tentang cerita horror menyeramkan yang bikin bulu kuduk merinding. 
Jadi jangan bayangkan suasana mistis yang memenuhi ruangan.

Lalu, apa dong?

Apakah mereka kabur dari kelas? Apakah mereka sedang pergi membeli jajan? Atau apakah mereka belum datang ke sekolah?

Tidak lagi. Tidak ada yang benar dari tiga apakah di atas.

Jawabannya, siswi-siswi di kelas itu sedang berada di ruang makan. Menyantap sarapan pagi mereka. Sementara beberapa kelas lain telah memulai pelajaran pertama mereka dengan perut yang belum terisi, di kelas lainnya ada guru-guru ada yang telah duduk di bangku, ada guru yang memilih duduk di kantor menunggu siswa kembali dari ruang makan. Lalu ada juga guru yang belum datang, atau bahkan tidak akan datang pada hari itu.

Kok bisa? Bagaimana itu bisa terjadi?
Sejauh pengamatan saya, satu diantara dua penyebab kelas kosong ini adalah: sarapan yang terlambat.

Bagaimana bisa terlambat sarapan?

Ada banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor yang terkadang jika satu telah teratasi, ada faktor lain yang tetap mempengaruhi keterlambatan makan siswa.

Saya dan seorang rekan sering sekali duduk membahas hal ini. Besar sekali harapan kami bahwa hal ini bisa teratasi dan tidak terus-menerus terjadi. Beberapa usaha kami lakukan. Tapi, kami terantuk beberapa batu. Membuat kami kembali memaksa diri untuk memaklumi, mengulum senyum dan mencoba sebisa kami untuk mengatasi akibat yang timbul.

Memangnya, apa saja faktor-faktor alias penyebab-penyebab itu? Kok sepertinya berat sekali sampai bahasanya terantuk-antuk batu dan pasrah-pasrah gitu.

Saya akan bahas di postingan selanjutnya, ya! 

Sekian untuk kali ini.
Salam! ๐Ÿ˜Š