Cerita Ramadhan dan resep pie susu Atha Naufal

Assalamu’alaikum semua!
Akhirnya, ini pertama kali saya ngepos cerita Ramadhan di blog ini. 

Maghreb ini, bulan Ramadhan baru saja berakhir. Gak kerasa banget asli dah, rasanya baru beberapa hari lalu saya hectic mikirin gimana saya punya makanan untuk sahur dan berbuka, eh besok udah Idul Fitri.

 

Ramadhan 2011 & 2020, sendirian di asrama 

Ke-hectic-an Ramadhan kali ini hampir mirip dengan beberapa tahun lalu ketika Ramadhan 2011 dilalui hanya berdua bersama adik saya di pondok sebesar Arrohmah Putri Malang. 
Kalau saat itu kami hectic karena selain ruang makan yang agak jauh dari asrama kamar kami, stock makanan kami juga hanya seputar mie dan bubur instan yang bikinnya saja kami harus menjemput air panas di ruang makan yang berdampingan dengan dapur. Bukan apa-apa, kalau saat pondok ramai sih kami berani saja bolak-balik dapur di waktu sahur. Lah ini? Di pondok yang luas dengan gedung-gedung bertingkat yang lampunya tidak dinyalakan itu, sangat menakutkan untuk anak perempuan usia SMP seperti kami. Mana pemukiman warga juga cukup jauh. Kami kan juga hanya santri pendatang yang jarang berinteraksi dengan warga luar. Alhamdulillah Allah menyentuh kami dengan kebaikan seorang warga luar pondok yang menawarkan kami untuk sahur dan berbuka di rumahnya. Tapi tentu saja hanya sekali kami pergi saat berbuka. Karena tentu saja mencapai gerbang lebih jauh daripada dapur, sedangkan sehabis berbuka dan sholat Maghrib, langit juga sudah gelap lagi. Alhamdulillah kami tetap sahur dan berbuka dengan makan mie tanpa dimasak dan beberapa kurma serta jajanan ringan. 

Ramadhan tahun ini, hampir mirip…

Saya sendirian di asrama yang baru sebulan saya tempati bersama yang lain setelah akhirnya semua diliburkan karena Covid-19. Tapi Allah menunjukkan Maha Baik-Nya lagi. Saya diberi uang makan dan kunci dapur yang letaknya… Alhamdulillah tidak jauh dari asrama. Dan sekarang usisaya sudah kepala 2, ehe. Jadi saya masak sore untuk sahur dan berbuka. Saya juga sering diberi lauk-pauk oleh istri guru ngaji saya yang tinggal sekitar 20 meter dari rumah. Alhamdulillah juga disini tidak jauh dari pemukiman warga sekitar yang sebelum covid-19 sering berinteraksi dengan saya karna saya sesekali beli bahan makanan di warung sekitar. Catat, saya sekarang bukan lagi santri jadi bebas pergi ke pemukiman warga. Alhamdulillah penjagaan juga tetap maksimal adanya juga 2 pos security yang petugas-petugasnya sering keliling patrol di pondok. (Alhamdulillah para santri dan asatidzah lainnya akan segera kembali ke pondok setelah Idul Fitri)

Bikin pie susu untuk pertama kalinya

Nah, karena sekarang saya diberi kebebasan memegang kunci dapur, saya bisa memasak dengan bebas. Alhamdulillah bisa nyoba bikin ini-itu yang saya penasaran dan ingin coba.
Sore tadi akhirnya saya mewujudkan rasa penasaran akibat sebuah video yang sejak awal Ramadhan, terus saja berseliweran di rekomendasi YouTube saya akhirnya saya putuskan untuk mencobanya. Sekalian biar ada lah yang dijadikan panganan spesial di Idul Fitri tahun 2020 besok ini.
Video apa itu?

Ya seperti yang sudah tertera di judul, video resep bikin pie susu dari kanal YouTube Atta Naufal. Ingin saya sematkan videonya di post ini, tapi sinyal dari tadi bikin saya makan hati jadi InsyaaAllah nanti akan saya sematkan setelah angin diluar reda.

Hasil pie buatan saya gimana? Berhasil tidak?
Alhamdulillah di percobaan perdana ini hasilnya enak meski sedikit gagal. 
Kenapa bisa gagal? Sebelum saya ceritakan, saya ingin anda menebaknya dulu. Menebak letak kegagalan saya dengan petunjuk gambar yang saya berikan.

Jika anda tau tekstur pie pada normalnya dengan baik, anda akan paham apa yang saya maksud dengan gagal pada pie susu hasil buatan saya di bawah ini:
Hasil pie susu bikinan saya

Sudah tau?
Yup! Kulit luarnya sedikit lebih gosong dari yang seharusnya. Tapi itu bukan masalah sebenarnya karena saya suka rasa gosongnya. Hahaha

Kegagalan lain yang agak fatal adalah vla atau isi pie-nya yang kurang matang hahaha. Saya yakin karena saya terlambat memasukkannya sehingga saya harus menunggu lebih lama agar vla-nya matang sedangkan kulitnya sudah matang dengan pas lebih dahulu.

Saya tidak mengikuti resep dari Atta Naufal dengan persis. Sedikit saya modifkasi takarannya.

Di bawah ini beberapa poin modifikasinya:

  1. Beberapa takaran seperti terigu, telur, dan maizenna saya lebihkan (Ini karena saya tidak tau berapa diameter Teflon yang saya pakai. Hanya saja menurut saya ukurannya sedikit lebih besar dari yang dipakai di video.
  2. Saya tidak menggunakan gula halus, hanya gula pasir ukuran biasa karungan pada umumnya.
  3. Menteganya juga dilebihkan mengikuti takaran terigu.
  4. Untuk vla, saya langsung mencampur maizenna pada adonan telur dan SKM yang sudah dikocok merata.
  5. Saya juga tidak menggunakan vanili untuk adonan vla, melainkan gula pasir juga.
Mungkinkah poin 3, 4 dan 5 tersebut adalah faktor penyebab vla kurang matang? 

Rasanya tidak ya. Ehhehe. 
Karena yang kurang matang hanya sedikit permukaan bagian atas. Sedangkan bagian bawah sudah pas. 
Ada kemungkinan juga lapisan vla terlalu tebal atau kulitnya yang terlalu tebal hehehe. Kalau ini masuk akal karena bagian bawah sudah matang, hanya permukaan saja yang kurang. 
Nyala api yang terganggu akibat hembusan angin yang kuat juga jadi faktor vla yang tidak matang dengan merata karena api tidak tenang.

Alhamdulillah pie susunya masih layak dimakan dengan saya kerok sedikit vla yang kurang matang-nya. Hahahhaaa.

Yah. Sekian cerita Ramadhan 1441 H ini.
Selamat lebaran!