Dismenore; si sakit yang hanya dirasakan perempuan

"Aduh dismenore!"
"Dismenore lagi😣"

Awal pertama membaca kata dismenore adalah ketika zaman saya masih awal-awal menggunakan BBM, di mana saya sering melihat kata itu diunggah sebagai status terkini seorang senior saya di kampus. Iya. Saya termasuk yang terlambat pakai BBM. Maklum, anak pondokan jarang pulang dan tidak begitu merasa butuh BBM sampai masuk masa kuliah. *skip*

"Dismenore🙏😭"

Dismenore adalah

Apa ya dismenore ini? Apa mungkin salah satu mata kuliah di jurusan beliau ya? Kebetulan kakak yang sering update status itu ambil studi pendidikan Kimia. Jadi, saya tidak terlalu penasaran. Tapi kok makin ke sini makin rutin diupdate dengan tambahan emot sakit, dll.
Saat akhirnya seorang senior saya yang lain dari jurusan Biologi juga ikut mengupdate status "dismenore", saya mengalah pada rasa penasaran saya. Langsung saja hp butut lenovo a369i saya menjelajahi mesin pencarian Google.
"Apa itu dismenore?"
Dismenore adalah rasa nyeri haid yang dialami oleh perempuan.
Begitu kira-kira bunyi hasil pencarian saya saat itu.
Copyright: Lovepik

"Owalah, jadi dismenore itu delephen toooooh!" Seru saya.
Ya, saya mengenal rasa nyeri yang sering dirasakan saat haid itu sebagai delephen dalam bahasa Jawa. 
"Aduh, dilephen aku!" 
Entah itu bahasa atau sebutan yang betul atau tidak. Tapi saya tau kata itu saat pernah beberapa tahun tinggal di Malang, dan mendengar keluhan itu dari teman-teman.
"Dilephen? Apa itu?"
"Itu loh Mu, sakit pas 'm' itu."

Sebagai perempuan, setelah masuk ke usia menstruasi, saya akhirnya tau bagaimana rasa yang sering dikeluhkan teman-teman saya itu. Rasa sakit luar biasa, rasanya seperti rahim kita dicabik-cabik. Tetapi saya merasa heran, karena saya tidak merasa pernah melihat ibu saya mengeluhkan sakit ini. 
"Iya mu. Tidak semua orang merasakan sakit ini. Dia juga tidak selalu datang tiap haid, kok. Kadang sakit, kadang tidak. Tapi ada juga yang tiap haid selalu merasakan sakit bahkan sampai menggigil dan pingsan."
"Hah? Iya??" Seru saya heran.
"Iya. Tapi katanya sakit itu belum seberapa dengan rasa saat melahirkan."
Merinding saya mendengar penjelasan senior satu kamar saya saat mondok itu.

Saya sempat merasa bahwa kenapa harus sakit ya? Kan haid itu darah keluar aja gitu. Kenapa harus ada sakit-sakitnya? Lalu pertanyaan saya itu terjawab saat pelajaran Biologi di kelas 10. Kami menyakan hal ini pada Bu Helmid guru Biologi kami.
"Bu, kenapa kalau haid itu kita ngerasa nyeri?"
Lalu beliau gambarkanlah pada kami penampakan kondisi dinding rahim saat haid.
Yang saya ingat dari penjelasan beliau adalah:
"Jadi, anak-anak... Kita haid itu karena apa? Karena tidak adanya pembuahan pada sel telur. Nah rahim kita ini, dindingnya dalam kondisi tebal. Bagaimana bisa tebal? Ada fasenya. Dinding kita ini akan luruh, lalu menebal lagi. Untuk apa dia menebal? Untuk si sel telur ini akan menempel kalau sudah dibuahi. Lah. Karena sel telur tidak dibuahi, makan dinding rahim yang tadinya menebal, akhirnya luruh dan jadilah dia darah haid itu. Makanya kadang kita kalau haid bukan hanya darah saja yang keluar to, tapi ada juga sedikit daging-daging. Ya itu dari dinding rahim ini. Nah, coba antunna bayangkan. Yang luruh ini loh daging, ya wajar saja kalau dia sakit. Kan berguguran dia, jatuh, terlepas sedikit demi sedikit. Jadi ya ada yang ngerasain sakitnya tu biasa-biasa saja, sakit sekali, atau bahkan sampai pada tingkatan harus bed-rest. Beda-beda tiap perempuan."

Lalu beberapa hari ini, saya membaca sedikit lagi tentang dismenore. Hasil pencarian di Google kali ini menampilkan bahwa, dismenore atau yang lazim disebut nyeri menstruasi (haid) bukanlah hal yang baru bagi wanita. Dismenore dibagi menjadi dua yaitu, dismenore primer dan dismenore sekunder. Dismenore sekunder adalah nyeri pada perut bagian bawah saat menstruasi tanpa disertai adanya kelainan atau penyakit pada panggul.(rkzsurabaya.com)

Saya terdiam, berpikir dan mulai mencoba mendiagnosa diri sendiri. Lalu saya sadar, bahwa dismenore yang saya rasakan selama ini semakin terasa parah ketika saya mengalami stress yang berlebihan dibanding hari-hari normal lainnya. Ketika saya bekerja lebih ektra sebelum atau mendekati hari-hari menstruasi, atau ketika saya merasa sangat terbebani dengan apa yang sedang saya kerjakan atau sedang saya lalui.
Saya throwback lagi ke masa SMA, di mana saya pertama kali mengalami nyeri haid parah, badan gemetar lalu menggigil dan rasanya hampir hilang kesadaran. Itu juga terjadi di saat saya sedang stress berat. 

Saya searching lagi di Google.
"Apakah stress pemicu dismenore?" Dan hasil pencarian yang muncul mengatakan bahwa Menurut Hawari (2008) stress dapat menganggu kerja sistem endokrin sehingga dapat menyebabkan menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit saat menstruasi atau dismenore" -Sari, et al. (2015)
Wih kata Prof. Hawari nih. Nama beliau ini sering muncul kalau kita sudah bicara hal-hal yang berkaitan dengan dunia psikolog. Saya ingat saat zaman kuliah membahasa tentang karakteristik belajar pasti sering mencatut nama beliau sebagai sumber bacaan.

Wajarkah Dismenore?

Kalau dari apa yang sudah dibahas di paragraf sebelumnya dan ditambah penjelasan bu Helmid tentang apa yang terjadi pada rahim kita saat haid, bisa disimpulkan ya kalau desminore itu wajar.

Dalam sebuah artikel di laman halodoc, tertulis bahwa
Sebenarnya, nyeri haid terjadi karena rahim yang berkontraksi atau mengencang dan melemas sampai darah sepenuhnya luruh dari organ tersebut. Prostaglandin dilepaskan oleh dinding rahim, membuat kontraksi kian meningkat frekuensinya. Tingginya kadar senyawa kimia tersebut membuat perut terasa nyeri dan kadang kram yang sangat parah.

Nah, makin jelas kalau dismenore itu wajar. Hanya saja rasa nyeri tersebut bisa diperparah lagi oleh faktor-faktor lainnya. Nah, faktor-faktor itu bisa kita cari lagi dan pelajari lagi untuk kita hindari agar tidak memperparah rasa sakit saat haid. Kecuali memang anda rela bersakit-sakit an tiap haid.
Di beberapa kejadian, ada hal-hal yang termasuk dalam faktor-faktor yang memperparah dismenore yang kadang tidak kita sadari, seperti stress. 
Berarti yang tidak wajar adalah kita yang terlalu stress-nya itu. Bukan desminorenya.
Jadi apa yang harus dilakukan?
 Yang perlu kita lakukan adalah menghindari penyebab stress ini. Kalau ternyata yang membuat stress adalah kerjaan, berarti kita harus pandai-pandai mengatur agar kerjaan kita tidak membuat kita stress. Ya nggak? Tentu saja semua ada sebab-akibatnya.

Yang biasa saya lakukan ketika dismenore datang

Ada beragam hal yang saya lakukan dalam menanggapi dismenore. Semua tergantung derajat sakitnya. Ketika sakitnya masih biasa-biasa saja ya saya masih tetapi beraktifitas seperti biasa. Tetapi ketika sakitnya sudah mulai mengganggu, saya akan memepersiapkan
1. Minyak gosok atau balsam. Untuk digosokkan di pinggang dan area yang sakit. Menurut saya rasa panas dari minyak dan balsam itu sedikit meredakan rasa nyeri
2. Minum air hangat lebih sering. Sama seperti di atas, minum air hangat menimbulkan sensasi yang juga mengurangi rasa nyeri haid.
3. Banyakin berdiri/jalan. Ketika saya masih sanggup, saya akan usahakan bergerak. Karena bagi saya, itu mengurangi rasa sakit

Tetapi ketika rasa sakitnya sudah parah sekali. Seperti yang saya ceritkan, pernah sampai menggigil dan rasanya hampir hilang kesadaran. Maka
1. Saya memilih istrahat. Tidur. 
2. Cuti dari pekerjaan alias izin sakit.
3. Menyiapkan air panas pada botol untuk ditempelkan pada pinggang, perut, dll.
4. Memikirkan, melihat dan membicarakan hal-hal yang membuat saya senang.

Nah itulah beberapa hal yang biasa dan sudah saya lakukan.

Sekian dulu untuk tulisan kali ini.
Coba bagi pengalaman dan pendapat kalian mengenai dismenore di kolom komentar.

--------#####-------#####---------#####--------#####--------
Sumber bacaan
1. Sari et al (2015), Hubungan stres dengan kejadian dismenore primer pada mahasiswi pendidikan dokter Fakultas kedokteran Universitas Andalas

2.https://rkzsurabaya.com/dismenore-primer-nyeri-menstruasi/

3.https://www.halodoc.com/artikel/datang-bulan-tanpa-alami-dismenore-wajarkah