Masalah klise tentang gaji dan tempat kerja yang bagus

Sore ini sekali lagi saya mengulum tawa dan mendengus pelan, geli mendengar ceramah bertopeng petuah yang berbanding terbalik dengan apa yang saya bahas dengan teman saya kemarin malam.


Mungkin karena saya yang masih terlalu muda dan belum banyak makan asam-garam kehidupan, mungkin saya yang sok tahu. Tapi bagi saya, rezeki bukan hanya sekedar nominal gaji yang besar, dan amanah (jabatan) bukanlah suatu hal untuk dibangga-banggakan.

Bagi saya, cukup ada di tempat yang masih memberikan kita kesempatan berkembang dan berbuat baik, bersinar untuk orang sekitar, tetap ada dan tak kunjung padam, itu juga rezeki.
Lagipula, tiap orang memandang suatu keadaan dengan berbeda. Bisa saja nominal gaji besar memang kebutuhannya. Bisa saja jabatan yang besar memanglah cita-citanya. Tapi sekali lagi, masing-masing orang menilai dan mengambil keputusan sesuai kondisinya. 
Toh, masalah besar kecil nominal gaji itu relatif bagi setiap orang. Ada yang memandang satu juta itu terlalu sedikit, cukup atau bahkan sudah sangat banyak. Ada yang merasa suatu profesi yang dianggap rendah oleh orang lain, adalah sesuatu yang "wah" baginya.

Tapi dalam duduk masalah dan pertimbangan saya, buat apa saya sebagai perempuan yang belum menikah, berhasil dan dibangga-banggakan orang di suatu tempat, sementara ummi saya yang tidak pernah meninggalkan saya terus "mengemis" kehadiran saya untuk ada lebih dekat dengannya.
Buat apa bangga dengan amanah kalau ternyata tidak bisa dijalankan dengan baik.

Ditambah lagi satu yang paling lucunya.
Si pemberi petuah ini bukannya memberi nasihat dengan memberikan kalimat-kalimat bijak untuk menyentuh dan membuka pikiran kami. Ia sebenarnya sedang membanding-bandingkan kami. Saya bilang kami karna yang dibanding-bandingkan adalah saya dan seseorang lagi yang terus menerus dibandingkan dengan beberapa orang yang menurut si pemberi petuah, adalah orang-orang berhasil.

Kami dibanding-bandingkan karena memilih tempat kerja yang katanya kurang menjamin kehidupan. Orang disebelahku malah lebih seperti ditegur keras karena katanya "kenapa pindah dari tempat tugas sebelumnya yang lebih terjamin ke tempat ini; tempat yang tidak punya harapan bagus untuk masa depan?" Si pemberi petuah menekankan lagi "Padahal kamu itu lulusan terbaik di tahun angkatanmu. Sedangkan teman seangkatanmu saja malah punya gaji yang lebih besar dan punya *jabatan*" 
Sungguh sebuah perbandingan yang sangat tidak adil.

PADAHAL sekali lagi
Setiap orang memandang sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda dan mengambil keputusan sesuai kondisinya.

Si lulusan terbaik ini, ibunya keberatan karna tempat tugasnya terlalu jauh. 
Lalu si pemberi petuah berargumen, "jaman sekarang ini tidak ada tempat yang terlalu jauh dan terlalu dekat, karena dalam satu hari, orang bisa ada di banyak tempat berbeda."
Ah.. padahal bisa saja itu adalah usaha si lulusan terbaik dalam memenuhi permintaan ibunya untuk berada lebih dekat.
Banyak yang perlu dilihat, dinilai dan dipertimbangkan sebelum menghakimi dan memberi saran pada seseorang.

Begitulah, makanya saya tidak mau menelan mentah-mentah masukan orang lain. Mereka boleh saja menilai. Tapi saya yang menjalani. Dan bagi saya, yang saya jalani sekarang adalah cukup bagi saya.

Wah, wah... 
Postingan kali ini berasa ngegas ya?
Ehm enggak, sih. Masih selow.
Oke. Sekian saja. Bagaimana pendapat teman-teman sekalian?