Pikiranku sebelum, saat dan setelah masuk kelas

...

“Oh iya, besok saya ngajar kelas ini....” Gumam saya setiap ingat bahwa saya harus mempersiapkan sesuatu untuk kelas besok.

Baru saja menginjak 1 tahun menjadi guru Bahasa Inggris di lembaga formal—Waktu yang sangat pendek, dan setiap kali akan masuk kelas, yang terus terbayang dalam kepala saya adalah;
“Apa yang akan dihasilkan dari kelas kali ini?”
“Bagaimana kira-kira atmosfir di kelas akan tercipta dengan menyenangkan?”
Dan berbagai macam pertanyaan dan juga kalimat-kalimat lainnya.

Ya. Jujur saja. Saya masih terus merasa yang saya lakukan belum maksimal. 
Bahkan di tiap jeda ketika menuliskan materi di papan di hadapan para murid saya, sepanjang waktu mereka mencatat, atau bahkan ketika saya berbicara/menjelaskan sesuatu, pertanyaan-pertanyaan terus berkecamuk di kepala saya;
“Apakah yang sedang saya lakukan ini betul?”
“Apakah para murid mengerti dan merasa senang dengan penyampaian saya?”

Sekarang saya merasa lucu ketika memikirkannya. Bagaimana bisa pikiran saya selalu travelling? Hahaha.


Saya ingin menciptakan kelas yang menyenangkan di mana para murid tidak takut salah dan percaya diri dalam melafalkan setiap kata atau kalimat. Itu yang selalu saya tanamkan. 
“C’mon! Ayo coba sebut. Kita di sini semua sedang belajar.”
“Jangan malu. Salah penyebutan itu dimaklumi di kelas ini.”
Atau mungkin saya salah dalam menyampaikan, ya? 

Sebenarnya para murid saya sekarang ini tidak ada yang merasa malu sampai tidak mau mencoba, hanya saja saya merasa it took times setiap kali saya meminta satu atau dua nama di kelas untuk membacakan sesuatu. I mean... you know that kind of shy gestures we show when our name is called to do something. Kadang bisa sampai satu menit hanya untuk mendengar suara mereka. Sisa dari para murid saya, hanya hitungan jari tangan yang dengan percaya diri langsung bersuara ketika saya menyebut namanya. 

Berarti ada yang harus saya rubah, dan saya sedang mencoba. Melakukan pendekatan, penjelasan dan juga tugas yang berbeda pada materi yang sama untuk melihat mana yang kira-kira lebih menunjukkan hasil yang saya harapkan.

Satu kendala saya lagi adalah, tidak adanya buku cetak baik itu murid saya maupun saya sendiri sebagai guru. Like what am I doing as a teacher when I don’t have any book as a reference to teach my students?” 
Mungkin itu memang kesalahan saya, belum bisa menyisihkan gaji untuk membeli buku. Jadi sekarang yang saya punya adalah e-books dan setiap kali saya merasa siswa membutuhkan portofolio cetak, saya akan meminjam kunci kantor yayasan untuk mencetak apa yang saya perlukan di printer. Bagaimana ya para dulu yang mengajar Bahasa Inggris tanpa memiliki buku cetak? Mereka sangat luar biasa, sabar dan telaten.

Well, masih banyak yang perlu saya kaji dan lakukan.
Semoga saya berhasil!

Kalau teman-teman bagaimana? Apa yang teman-teman hadapi sekarang sebagai guru Bahasa inggris? Ada yang ingin teman-teman bagikan ke saya? Silahkan tinggalkan komentar.

Terimakasih sudah mampir!😊


23 September 2021
(Sambil menunggu ISHOMA)