Candi Badut: Tertua di Jawa Timur



Pas pertama kali baca di internet dan lihat info bahwa candi Badut ini adalah candi tertua di Jawa Timur, saya berkernyit kagum plus heran.
“Wah… Baru tau nih. Keren banget.
Tapi Masa sih tertua?
kok dari fotonya kayak bagus-bagus aja ya?
Gak kelihatan kayak bangunan tua
Candi Songgoriti malah kelihatan lebih tua”
#
Ya… Gitulah emang isi pikiran yang hanya mentok sampai kata tertua, tanpa mikir kalau bangunan juga bisa dipugar. Hehehe.
Karena penasaran dan kebetulan sedang berada tidak jauh dari lokasi candi, cuss lah saya dan teman pakai motor.
Lokasi candinya ada di Jalan Candi V, Dusun Karangbesuki, Kecamatan Dau Malang. Dekat sama Universitas Ma Chung yang ada di Villa Puncak Tidar.
Waktu itu masih jam setengah 7 pagi. Pagi-pagi banget emang, karena sebenarnya lagi keluar untuk nyari sarapan pagi. Jadi ya belum buka dong gerbangnya.
Kami pun memutuskan untuk pergi berkeliling di sekitar Grand Palace Atamimi. Jam 8, kami kembali lagi dan gerbangnya sudah buka. Yes! Yes!
Niat banget emang berkunjung ke sana. Beberapa hari sebelumnya juga menyempatkan ke sana, pakai kendaraan ‘elit’ pula, mersikil (baca: kaki). Tapi ternyata gerbang sudah tutup, huhuu. Yaiyalah kesananya jam setengah 5 sore. Hahaha
Setelah parkir motor, udara Malang di daerah Bukit Tidar yang emang sejuk makin terasa menenangkan begitu masuk ke area Candi Badut.
Gimana enggak berasa menenangkan? Udah udaranya segar, matahari sedang hangat-hangatnya, ijonya pepohonan sama rumput area candi plus siulan burung-burung yang terdengar itu loooh… Adeem, tapi gak bikin ngantuk.
Masuk ke sana gak dipungut biaya, alias gratis. 
Dan kalau kita datang kesana dalam kelompok dengan jumlah yang cukuo banyak, lalu melapor ke ruang penjaga yang ada disana, seorang pemandu akan menemani kita berkeliling sambil dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan Candi Badut ini.
Kebetulan karena masih sangat pagi, baru ada satu petugas yang ternyata sedang membimbing adik-adik SMA yang sedang berkunjung. Jadi kami hanya membaca informasi tentang Candi Badut pada papan informasi yang tersedia disana.

Kilas Sejarah Candi Badut
Candi Badut ini peninggalan Kerajaan Kanjuruhan di masa kekuasaan Prabu Gajayana (760-an M) yang dibangun sebagai bentuk penghormatan pada Sang Resi Agung (Maharsibhawana). Umurnya diperkirakan sudah lebih dari 1400 tahun.
Ditemukan oleh seorang bangsa Belanda di tahun 1921. Kondisinya waktu itu berupa gundukan reruntuhan gitu, akhirnya di gali lah. Setelah itu batu-batu yang ditemukan dari reruntuhan itu dipilihi-pilih, mana yang kira-kira ukurannya sama/mirip, terus disusun dan jadi deh bangunan candi yang sekarang ini.

Kenapa namanya Candi Badut?
Pertanyaan yang muncul di kepala saya ini, mungkin juga muncul di kepala pengunjung dan pembaca tulisan ini ya.
Kalau berdasarkan apa yang tertulis di papan informasi di sana, nama Candi Badut ini merupakan nama yang diberikan oleh pakar Geologi yang bernama Dr.Brandes dan Dr. V. D. K. Boxch dengan merujuk pada nama Liswa yang ada di dalam prasasti Dinoyo. Nama Liswa ini sendiri adalah nama lain dari Raja Gajayana. 

Di dalam Candi Badut ada apa?
Candi Badut terdiri dari satu ruangan, dan didalamnya, seperti yang pernah saya lihat di dalam bangunan Candi Singosari juga. Setelah saya searching di internet, baru tau kalau itu namanya Lingga dan yang merupakan symbol dari Kejantanan. Tapi udah dicorat-coret euy, sedih.

Oh iya, di depan Candi Badut ini, ada kayak bekas galian gitu, dan saya curi-curi dengar dari penjelasan bapak yang memandu adik-adik SMA tadi, katanya itu galian bekas candi juga, tapi saya gak dengar bekas candi apa. Nyari di internet juga gak nemu-nemu.

Kalau dilihat dari luar dan dari jauh emang kelihatan fresh, tapi kalau dilhat dari dalam, candi ini kelihatan memang kalau sudah berumur.
Dan ternyata…. Gak punya atap.
Soalnya pas pembangunan (disusun) ulang itu, gak ditemukan batu-batu untuk bagian atapnya. Dari yang saya baca di internet (lagi), batu-batu untuk atapnya fidak ditemukan karena dulu diambil oleh warga-warga sekitar untuk bikin rumah mereka. 
Pantesan ya, kalau dilihat dari luar, atapnya rata saja (seperti rumah-rumah di kota Makkah), ndak kayak bangunan candi pada umumnya yang atapnya bertingkat-tingkat.
Saya dan teman saya menghabiskan kurleb 10 menit saja disana, soalnya kampung tengah sudah ribut terus minta diperhatikan. Hehehe. Semoga bisa ke sana lagi deh…
Oh iya, ini ada video singkat yang saya buat, boleh ditonton.